Sukanagara,
26 Maret 2020
Suara basah malam yang tak jugaa membawa
gundah.
Teruntuk: semesta yang kuat
Dapatkah aku menjadi pemenangnya?
Aku
masih sibuk bertanya, sampai kapankah diri ini akan terus melangkah? Sedang
hari esok adalah misteri. Lelah rasanya dalam dilema yang terus mengusik. Satu
waktu aku hanya ingin berhenti. Tapi, beberapa saat kemudian aku akan kembali
melangkah dengan tegap, atau kadang pincang. Ada satu sudut hati yang tak mau
berhenti terus mengatakan untuk terus melangkah. Sekarang aku di sini, mulai
mempertanyakan kembali. Tapi jauh di sana, di dasar hati aku ingin semesta
menyemangati dan berbaik hati memberi keringanan.
Aku tahu, satu persatu mimpi mulai
bisa kuraih, tapi aku merasa hampa. Kadang aku hanya ingin menangis. Kadang
rasanya begitu menyesakan, dan… melelahkan. Seseorang mengatakan padaku untuk
berhenti ketika lelah, jangan memaksakan diri. Tapi, aku tidak bisa. Aku takut.
Aku hanya takut gagal dan tertinggal. Mereka mengatakan, menangislah sekupnya
setelah itu berbahagialah. Tapi, aku tidak bisa. Rasanya menyakitkan untuk
menjatuhkan air mata. Tidak, aku tidak bisa membuat mereka mengkhawatirkan
keadaanku. Walau kadang aku juga tidak bisa menanggung semuanya sendiri.
Sejak dulu sampai sekarang yang aku
takutkan adalah kegagalan. Aku benar-benar tak bisa menghadapinya. Terlalu
perih. Kadang aku merasa, aku sangat menyedihkan mengenang kegagalan dan semua
kebodohan. Aku berharap hujan malam ini akan membawa semua kegundahanku pergi,
dan menyisakan fajar yang indah esok hari.
Selamat malam.
Dari:jiwa yang lemah
Komentar
Posting Komentar